Jakarta, Jatim This Week – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menyebut pihaknya telah bertemu dengan ketua umum partai politik untuk membahas soal pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Saat ini naskah substansif RUU tersebut telah rampung dan siap diserahkan ke DPR RI.
“Kalau soal komunikasi dengan pimpinan Parpol sudah pasti, sudah pasti kita saling komunikasi. Baik melalui media terbuka maupun ketemu, baik resmi maupun tidak resmi,” kata Mahfud di kantornya, pada Jumat (14 /4/2023)
Menurut Mahfud, pertemuan dengan ketua umum parpol merupakan satu keharusan di negara demokrasi dan pihak parpol juga nampak antusias untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset
“Semua nampaknya sama, ingin RUU perampasan aset ini segera sampai ke DPR baik parpol maupun pemerintah, maupun DPR. Kan parpol-parpol sudah minta segera dong diajukan, DPR-nya juga,” terang Mahfud.
Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan pihaknya tidak mampu menggenjot pengesahan RUU Perampasan Aset. Terkecuali, kata politikus PDIP tersebut, ada izin dari ketua umum partai politik yang memiliki wakil di DPR RI.
“Pak Mahfud tanya kepada kita, ‘tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin’. Republik di sini nih gampang Pak di Senayan ini. Lobby-nya jangan di sini Pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing,” kata pria yang juga dikenal dengan sebutan Bambang Pacul tersebut saat rapat dengan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada Rabu (29 /4/2023) lalu
Desakan agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan menguat pasca mencuatnya berbagai kasus harta kekayaan para pejabat negara yang dinilai tak wajar. Hal itu awalnya terbongkar dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo terhadap seorang remaja berusia 17 tahun di Jakarta Selatan.
Mario belakangan diketahui sebagai putra dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo. Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Pajak Jakarta Selatan itu mengaku memiliki harta senilai Rp 56,7 miliar dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dia serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nilai itu dianggap tak wajar karena Rafael hanya menduduki jabatan Eselon III. Selain itu, dia juga ketahuan menyimpan uang tunai dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp 37 miliar dalam sebuah safe deposit box. Uang itu tak dia laporkan dalam LHKPN-nya. KPK kini telah menetapkan Rafael sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Sejumlah rekan Rafael di Kementerian Keuangan pun ikut menjadi sorotan karena dinilai memiliki harta tak wajar. Tak hanya dipusat, sejumlah pejabat di daerah juga menjadi sorotan setelah keluarganya menunjukkan gaya hidup mewah di media sosial (jer/adi)