Pagar Laut di Sidoarjo dan Bekasi Belum di Bongkar, TNI AL : Kami Belum Dapat Instruksi

Jakarta, Jatimthisweek.com – Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hady Arsanta Wardhana mengatakan mereka belum mendapat instruksi untuk membongkar pagar laut di titik lain seperti perairan Bekasi dan Sidoarjo.
Hingga saat ini, TNI Angkatan Laut masih fokus membongkar pagar laut sepanjang 30 kilometer di perairan utara Tangerang, Banten.
“Tidak ada info (pembongkaran di tempat lain),” kata Wira Hady saat dihubungi pada Senin, hingga Senin, (27 /1/2025) dikutip dari tempo.
Wira mengatakan, hingga minggu (26 /1/2025), TNI AL bersama instansi maritim gabungan masih terus membongkar pagar bambu di pesisir utara Banten. Ia belum bisa memberikan kabar terbaru total pembongkaran hingga hari ini. Namun hingga Ahad kemarin sudah 15,5 kilometer pagar yang dibongkar.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, sudah melakukan peninjauan ke lokasi pagar laut di Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada Jumat, (24 /1/2025).
Dedi ingin pagar itu juga segera dibongkar karena tidak berizin. “Dua perusahaan yang membuat pagar laut, izinnya belum ada,” kata Dedi Mulyadi.
Menurut Dedi, perusahaan yang diduga memasang pagar laut di Bekasi hanya memiliki perjanjian kerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat untuk sewa tanah lahan darat tidak mencakup izin untuk membangun pagar laut.
Pemilik pagar laut itu adalah dua perusahaan swasta yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (PT TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (PT MAN).
Sementara itu, di perairan Sidoarjo ditemukan tiga HGB seluas 656 hektare. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur melakukan investigasi mendalam soal penerbitan HGB di wilayah laut Sidoarjo.
Kepala Kanwil BPN Jatim, Lampri, di Surabaya, Selasa, mengatakan ada dua pemilik pada tiga HGB tersebut.
Salah satunya milik PT Surya Inti Permata dan PT Panca Semeru Cemerlang.
“Tadi sudah memerintahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan di Sidoarjo dan sekarang sedang lagi bekerja turun ke lapangan melakukan penelitian,” kata Lampri pada Selasa pekan lalu.
Menurut dia, HGB seluas 656 hektare tersebut terbit pada 1996 dan berakhir di 2026, sehingga pihaknya saat ini menunggu hasil penelitian dan investigasi lapangan, baru bisa menyampaikan hasil penelitian.
Ia mengatakan jika memang hal tersebut ditemukan pelanggaran, maka langkah dari BPN adalah membatalkan.(ly/ad/jr)